Berhentilah Menjadi Gelas
Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya
belakang ini selalu tampak murung.
“ Kenapa kau selalu murung nak? Bukankah banyak hal indah di dunia
ini? Kemana perginya wajah bersyukurmu? “ sang guru bertanya.
“ Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya
untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis – habisnya,” jawab sang
murid muda.
Sang guru terkekeh. “ Nak, ambil segelas air dan dua genggam
garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan
permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana
yang diminta.
“ Coba ambil senggenggam garam, dan masukkan ke segelas air
itu,” kata sang guru. “ Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.” Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini
meringis karena meminum air asin.
“ Bagaimana rasanya?” Tanya sang guru.
“ Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang
masih meringis.
Sang guru terkekeh – kekeh melihat wajah muridnya yang meringis
keasinan.
“ Sekarang ikut aku.” Sang guru membawa muridnya ke danau dekat
tempat mereka. “ Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.” Si murid
menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di
mulutnya belum hilang. Ia ingin meludah rasa asin dari mulutnya, tapi tak
dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah dihadapan mursyid, begitu pikirnya.
“ Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata sang guru sambil
mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air di danau,
dan membawanya kemulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan
segar mengalir ke tenggorokannya, Sang guru bertanya kepadanya, “ bagaimana
rasanya?”
“ segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya
dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air
diatas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil dibawah. Dan sudah pasti,
air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa dimulutnya.
“ Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”
“ Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan
meminumnya lagi. Sang guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan
muridnya itu meminum air danau sampai puas.
“ Nak,” kata sang guru setelah muridnya selesai minum. “ segala
masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.
Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami
sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah SWT. sesuai untuk dirimu.
Jumlahnya tetap, segitu – gitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah.
Setiap manusia yang lahir kedunia ini pun demikian. Tidak ada satupun manusia,
walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”
Si murid terdiam mendengarkan.
“ Tapi nak, rasa ‘asin’ dari penderitaan yang dialami itu
sangat tergantung dari besarnya qalbu
(hati) yang menampungnya. Jadi nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah
jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.”
Komentar
Posting Komentar